Assalamualaikum sahabat dan semua muridku.
Sambungan hurai ayat; Konsep Taawun Dalam Tasawwur Islam: Siri 2
"Tolong menolong perkara kebaikan dan jangan tolong menolong perkara yang mendatangkan dosa dan perlanggaran."
Sambungan hurai ayat; Konsep Taawun Dalam Tasawwur Islam: Siri 2
"Tolong menolong perkara kebaikan dan jangan tolong menolong perkara yang mendatangkan dosa dan perlanggaran."
Ulama mengatakan bahwa penggabungan kata al-birr dan at-taqwa dalam
satu tempat (seperti ayat di atas) mengandung pengertian yang berbeda
satu sama lain. Dalam konteks ini, al-birr bermaka semua hal yang
dicintai Allah dan diridhai-Nya, baik berupa ucapan dan perbuatan, lahir
dan batin. Sementara at-taqwa lebih mengarah kepada tindakan menjauhi
segala yang diharamkan [al-Qawâid al-Hisân, Syaikh as-Sa’di, hlm. 48]
Makna al-itsmu (إئْمُ ) dan al-’udwân ( الْعُدْوَانُ)
Pada dasarnya, pengertian antara al-birru dan at-taqwa, al-itsmu dan
al-’udwân terikat pada hubungan yang kuat. Masing-masing kata itu
mengandung pengertian kata lainnya. Setiap dosa (al-itsmu) merupakan
bentuk ‘udwân (tindakan melampaui batas) terhadap ketentuan Allah Azza
wa Jalla, yang berupa larangan atau perintah. Dan setiap tindakan
‘udwân, pelakunya berdosa.Namun bila keduanya disebut bersamaan, maka masing-masing memiliki pengertian yang berbeda dengan yang lainnya.Al-itsmu (dosa) berkaitan dengan perbuatanperbuatan yang memang
hukumnya haram. Contohnya, berdusta, zina, mencuri, minum khamer dan
lainnya. Contoh-contoh di atas merupakan perbuatan yang pada asalnya
haram.
Sehubungan dengan al-’udwân, kata ini lebih mengarah pada
suatu pengharaman yang disebabkan oleh tindakan melampaui batas. Apabila
tidak terjadi tindakan melampaui batas, maka diperbolehkan (halal).
Tindakan melampaui batas terbagi dua, pertama: terhadap Allah Azza wa
Jalla, seperti melampaui batas ketentuan Allah Azza wa Jalla dalam
pernikahan seperti : memiliki lima isteri, atau menyetubuhi istri dalam
masa haidh, nifas, masa ihram atau puasa wajib.Dan kedua: Tindakan
melampaui batas terhadap sesame manusia Contohnya, bertindak melampaui
batas terhadap orang yang berhutang, dengan mencederai kehormatan,
fizikal atau mengambil lebih dari seharusnya. Termasuk juga memfitnah,
prasangka buruk, menghina dan perbuatan munafik serta seumpamanya yang
mendatangkan dosa dan pergaduhan.
Dalam ayat ini Allah Azza wa
Jalla memerintahkan hamba-Nya yang beriman untuk saling membantu dalam
perbuatan baik dan itulah yang disebut dengan albirr dan meninggalkan
kemungkaran yang merupakan ketakwaan. Dan Dia Azza wa Jalla melarang
mereka saling mendukung kebatilan dan bekerjasama dalam perbuatan dosa
dan perkara haram.[ Tafsîrul Qur‘ânil ‘Azhîm (3/12-13)5]. Setiap yang
baik sama ada terhadap individu, atau masyarakat lebih-lebih lagi
terhadap agama, adalah menjadi kewajipan kita menolongnya dengan
pelbagai cara walaupun hanya setakat membuang duri di jalanan,
menghadirkan diri, member sokongan idea, tenaga dan wang ringgit hatta
memasak, memberi makan, memberi minum dan sebagainya. Inilah yang di
katakana al-birri. Tolong menolong dan bantu membantu kea rah kebaikan,
tiada sebarang tuduhan, prasangka buruk dan hina menghina antara satu
sama lain.
Dikatakan pula al-Istm dan al-‘udwan dalam ayat di
atas, termasuklah di dalamnya segala bentuk, sokongan yang berupa
mengiyakan, mendiamkan diri tanpa membantah, menghalang, mencegah, apa
lagi menabur fitnah, menyokong segala perlakuan dan tindakan, menghina
danapa sahaja yang berkaitannya. Dosa orang yang menyokong adalah sama
dengan dosa orang yang melakukanya. Sebab itu islam menyebut dalam
firman Allah Surah al-Hujurat:12 bermaksud:
“Wahai orang-orang yang
beriman! Jauhilah kebanyakan dari sangkaan (supaya kamu tidak menyangka
sangkaan yang dilarang) kerana sesungguhnya sebahagian dari sangkaan itu
adalah dosa; dan janganlah kamu mengintip atau mencari-cari kesalahan
dan keaiban orang; dan janganlah setengah kamu mengumpat setengahnya
yang lain. Adakah seseorang dari kamu suka memakan daging saudaranya
yang telah mati? (Jika demikian keadaan mengumpat) maka sudah tentu kamu
jijik kepadanya. (Oleh itu, patuhilah larangan-larangan yang tersebut)
dan bertaqwalah kamu kepada Allah; sesungguhnya Allah Penerima taubat,
lagi Maha mengasihani.”
Hadis Rasulullah saw yang bermaksud: Daripada Abu Hurairah r.a: Rasulullah SAW telah bersabda:
"Adakah kamu tahu siapakah orang papa (muflis) pada Hari Kiamat?" Jawab
sahabat, "Orang papa yang kami tahu ialah orang yang habis wang dan
harta bendanya."Baginda bersabda lagi:"Sesungguhnya orang yang papa pada
hari itu ialah orang yang mengerjakan sembahyang, puasa dan berzakat,
di samping itu mereka suka mencaci atau memaki hamun, menuduh dengan
sewenang-wenang, memakan harta orang lain, membunuh manusia dengan kejam
dan memukul orang yang tidak bersalah. Segala amal kebajikannya yang
dikerjakannya akan digunakan bagi menampung kesalahan dan kejahatan yang
dilakukannya. Sekiranya kebajikannya tidak cukup, maka baki
kesalahannya akan dicampur dengan kesalahan orang yang dianiaya lalu
dibebankan kepadanya, kemudian ia dicampakkan kedalam neraka." (Riwayat
Muslim)
Bagi Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menilai ayat di atas
memiliki kepentingan tersendiri. Beliau menyatakan: Ayat yang mulia ini
mencakup semua jenis bagi kemaslahatan para hamba, di dunia maupun
akhirat, baik antara mereka dengan sesame manusia ataupun dengan
Rabbnya. Sebab seseorang tidak luput dari dua kewajiban; kewajiban
individualnya terhadap Allah Azza wa Jalla dan kewajiban sosialnya
terhadap sesamanya.Selanjutnya, beliau memaparkan bahwa hubungan
seseorang dengan sesama dapat terlukis pada jalinan pergaulan, saling
menolong dan persahabatan. Hubungan itu wajib terjalin dalam rangka
mengharap redha Allah Azza wa Jalla dan menjalankan ketaatan kepada-Nya.
Itulah puncak kebahagiaan seorang hamba. Tidak ada kebahagiaan kecuali
dengan mewujudkan hal tersebut, dan itulah kebaikan serta ketakwaan yang
merupakan inti dari agama ini.[ ar-Risâlah at-Tabûkiyyah hlm. 30]
Al-Mâwardi rahimahullah berkata: Allah Azza wa Jalla mengajak untuk
tolong-menolong dalam kebaikan dengan beriringan dengan ketakwaan
kepada-Nya. Sebab dalam ketakwaan, terkandung ridha Allah Azza wa Jalla.
Sementara saat berbuat baik, orang-orang akan menyukai (meridhai).
Barang siapa memadukan antara ridha Allah Azza wa Jalla dan ridha
manusia, sungguh kebahagiaannya telah sempurna dan kenikmatan baginya
sudah melimpah.[ Tafsîr al-Qurthubi (Al-Jâmi’ li Ahkâmil-Qur‘ân),
Muhammad bin Ahmad al-Qurthûbi, tahqîq: ‘Abdur-Razzaq al-Mahdi, Dâr
Al-Kitab Al-‘Arabi, Cetakan II, Tahun 1421 H, Vol. 6, hlm. 45]
Sebagai contoh sikap saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
انْصُر أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظلُو مًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ
هَذَا نَنصُرًُهُ مَظْلُومًا فَكَيْفَ نَنْصُرُهُ ظَالِمًا قَالََ تَأْخُذُ
فَوْقَ يَدَيْهِ
Bantulah saudaramu, baik dalam keadaan sedang
berbuat zhalim atau sedang teraniaya. Ada yang bertanya: “Wahai
Rasulullah, kami akan menolong orang yang teraniaya. Bagaimana menolong
orang yang sedang berbuat zhalim?” Beliau menjawab: “Dengan
menghalanginya melakukan kezhaliman. Itulah bentuk bantuanmu kepadanya.”
[HR. al-Bukhâri]. Berdasarkan hadis ini kita dilarang sama sekali
menolong orang yang menghina orang lain, malah disuruh kita memberi
bantuan kepada orang yang melakukan penghinaan tersebut dengan
menghalangnyanya dan menasihatinya bukan menyokong kemungkaran yang
dilakukannya.
Dalam hadits lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الدِّالُ عَلَى الْخَيْرِ كَفَا عِلِهِ
Orang yang menunjukkan (sesama) kepada kebaikan, ia bagaikan
mengerjakannya. [HR. Muslim]. Inilah yang dimaksudkan dengan orang yang
kebaikan sama pahalanya dengan orang yang menyokongnya demikian juga
sebaliknya orang yang menyokong kezaliman sama dosanya dengan orang
melakukan kezaliman tersebut.
Orang berilmu membantu orang lain
dengan ilmunya. Orang kaya membantu dengan kekayaannya. Dan hendaknya
kaum Muslimin menjadi satu tangan dalam membantu orang yang memerlukan
bantuan terutama dalam menegakkan kalimah Allah. Jadi, seorang Mukmin
setelah mengerjakan suatu amal shalih, berkewajiban membantu orang lain
dengan ucapan atau tindakan yang memacu semangat orang lain untuk
beramal.[ Tafsîr al-Qurthûbi (6/45), Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 182]
Hubungan kedua, antara seorang hamba dengan Rabbnya tercerna dalam
perintah ‘Dan bertakwalah kamu kepada Allah’. Dalam hubungan ini,
seorang hamba harus lebih mengutamakan ketaatan kepada Rabbnya dan
menjauhi perbuatan untuk yang menentangnya daripada mentaati kawannya
apa lagijika bersalahan dengan perintah Allah.[ ar-Risâlah at-Tabûkiyyah
hlm. 57]
Kewajiban pertama (antara seorang hamba dengan sesama)
akan tercapai dengan mencurahkan nasehat, perbuatan baik dan perhatian
terhadap perkara ini. Dan kewajiban kedua (antara seorang hamba dengan
Rabbnya), akan terwujud melalui menjalankan hak tersebut dengan ikhlas,
cinta dan penuh pengabdian kepada-Nya.[ Ibid hlm. 57]
Hendaknya ini
difahami bahwa sebab kepincangan yang terjadi pada seorang hamba dalam
menjalankan dua hak ini, hanya muncul ketika dia tidak memperhatikannya
dan mendalami ayat ini baik secara pemahaman maupun pengamalan.[ Ibid
hlm. 57
Kesimpulannya, dengan jelas, ayat di atas memuat
kewajiban saling membantu di antara kaum Mukminin untuk menegakkan agama
dan larangan bagi mereka untuk bekerjasama dalam menodainya. Bukan
sebaliknya yaitu malahan melemahkan semangat beramal orang, mengejek
orang yang berusaha konsisten dengan syariat maupun menjadi dalang
tersebarnya perbuatan maksiat di tengah masyarakat. Menyokong dan
membantu dalam apa bentukpun segala larangan Allah yang mengajak manusia
melakukan kemurkaan Allah adalah satu dosa dan perlanggaranan. Marilah
kita sama-sama korbankan kepetingan peribadi seperti jawatan, pengaruh,
sombong dan bongkak serta jahil terhadap ilmu Allah untuk terus berjihad
berjuang menegakkan agama Allah bersama dengan orang yang tahu agama
dan alim ilmunya supaya kita tidak menyokong dosa dan perlanggaran
hukum-hukum Allah. Di dunia ini Allah hanya bagi kita dua pilihan memilih orang yang memperjuangkan agama walaupun dihina dan dihalau atau memilih orangyang menganggap dia juga memperjuangkan agama tetapi dengan menghina orang, menuduh dan berprasangka buruk, pilihlah mahu ke syurga atau ke neraka tetapi tiada di sisi Allah orang yang berkecuali kerana agama itu ditegakkan dengan jelas, terang dan menuntut pengorbanan dan penyeksaan.
Sekian Wallahu a’lam.
No comments:
Post a Comment